Senin, 27 Februari 2012

Pendidikan TIK Berkarakter



Ulasan Artikel: by Syahrul Ismet
Judul: Pendidikan Budaya dan Karakter Melalui TIK
Penulis: Wijaya Kusumah


TIK Berkarakter
Pendidikan TIK (Teknologi Informasi Komunikasi)  merupakan kebutuhan yang tidak bisa dielakkan saat ini.  Dikarenakan masyarakat di era sekarang berada pada situasi global yang tak dapat dipisah satu dengan lainnya, dengan perkembangan informasi yang pesat.  TIK  dipahami sebagai hasil dari budaya spektakuler yang  menjadikan manusia kian maju dan modern. Dalam prakteknya, TIK memberi kontribusi yang signifikan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan otak dan skill.  Tentunya katalis ini sangat bernilai  dalam upaya menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sekarang dan akan datang.


Bapak Wijaya Kusumah adalah pendidik di Labschool UNJ yang memiliki segudang pengalaman tentang pembentukan otak dan watak.  Beliau telah membuktikan bahwa pendidikan TIK yang dibarengi dengan watak akan menciptakan generasi unggul yang disebutnya sebagai digital native.  Sebagai guru yang diberi amanah untuk mengemban nilai, pak Wijaya aktif sebagai blogger, ide dan gagasan pikirannya banyak tersebar di dunia maya, lebih khusus lagi setelah mengenal situs kompas.com bagian kompasiana yang membuatnya jatuh cinta dan banyak menulis di ruang tersebut.  Juara satu penulisan blog dalam pengembangan bahasa pernah beliau raih, serta menjadi guru berprestasi di bidang penelitian tindakan kelas.

Antara otak dan watak perlu diselaraskan agar mendapatkan generasi yang seimbang.  Dalam bahasa Bapak Wijaya Kusuma otak dan watak tersebut dikenal dengan Karakter.  Karakter tersebut bukan hanya bisa diberikan oleh mata pelajaran bernuansa nilai, tetapi harus juga diberikan dalam pembelajaran TIK.  Maka semua guru TIK harus memberikan pembelajaran dengan mengacu kepada nila -nilai dasar karakter yang telah dirumuskan oleh Depdikbud, yaitu: bertakwa (religius), tanggung jawab (responsible), disiplin ( dicipline), jujur (Honest), sopan (polite), peduli (care), kerja keras (hard work), sikap yang baik (Good Attitude),toleransi (tolerate), kreatif (Creative), mandiri (independent), rasa ingin tahu (curiosity), semangat kebangsaan ( Nationality Spirit), menghargai (Respect), bersahabat ( Friendly), cinta damai (Peace Full), 
Menurut Bapak Wijaya, Pendidikan haruslah didasari moral dan agama, inilah akar dari pohon pendidikan tersebut.  Dalam hal pembelajaran TIK tentunya dasar ini harus menjadi acuan, bagi guru dan para pengguna TIK.  Guru memberi keteladanan, kejujuran, budaya malu, dan nilai-nulai karakter lainnya.  Menarik apa yang ditulis Bapak Wijaya Kusumah, bahwa pendidikan TIK berbasis nilai moral dan agama bakal menghasilkan pendidikan yang paripurna dunia akhirat. Pendekatan seperti ini harus menjaadi isu besar yang dikembangkan para pendidik, dan Pak Wijaya mencona mengelaborasinya secara wujud nyata dalam bentuk sikap guru/pembimbing TIK, mencerdaskan otak dan menanam watak, hasilnya pribadi berkarakter..
                                                                                               

Sumber Artikel

Wijaya Kusumah
Judul: Pendidikan Budaya dan Karakter Melalui TIK
Penulis: Wijaya Kusumah
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/27/pendidikan-budaya-dan-karakter-melalui-tik/

 

Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan pendidikan bangsa ini akan cerdas dalam berpikir, dan bijak dalam bertindak. Agar cerdas dalam berpikir, dan bertindak diperlukan pendidikan budaya dan karakter. Dengan begitu moral dan agama mereka akan terjaga dalam pohon pendidikan. Dalam pohon pendidikan itu, akan terlihat mereka berakar moral dan agama, berbatang ilmu pengetahuan, beranting amal perbuatan, berdaun tali silaturahmi, dan berbuah kebahagiaan dunia dan akhirat.

Budaya adalah hasil karsa, dan karya manusia yang dapat dinikmati dan dihargai. Dia tumbuh dalam kearifan lokal masyarakat kita. Sedangkan karakter adalah perangai atau tingkah laku yang menjadi watak manusia dalam berinteraksi kepada sesama. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter harus diberikan kepada para generasi muda yang telah melek Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Generasi muda yang bukan hanya cerdas  OTAK, tetapi juga WATAK. Generasi ini biasa disebut C-Generation. Sebuah generasi yang benar-benar telah melek TIK, dan mampu memanfaatkannya.

C-Generation
C-Generation terlahir dari dunia digital yang terus berkembang. Oleh karena itu para penduduknya disebut digital native. Dalam penduduk digital native, aktivitas belajar C-Generation tidak lagi menggunakan cara-cara konvensional. Mereka sudah terbiasa dengan cara-cara modern yang mengikuti perkembangan teknologi web 3.0 yang sebentar lagi akan kita gunakan di negeri ini. Belajar tidak lagi di dalam kelas, dan bertatap muka secara langsung, tetapi bisa dimana saja, dan kapan saja. Di sinilah diperlukan pendidikan budaya dan karakter. Dengan begitu etika atau budi pekerti tetap terjaga.

Pendidikan budaya dan karakter diberikan dengan cara-cara alamiah. Dia tumbuh dari generasi yang telah melek TIK. Diperlukan peran TIK yang begitu besar dalam proses pembelajarannya sehingga budaya, dan karakter itu berubah menjadi cara-cara ilmiah yang membuat para pendidik atau guru tak bisa lepas dari 5K. Konvergensi, Kontekstual, Kolaborasi, Konektivitas, dan Konten kreatif jelas akan menguasai dunia di abad 21 ini.

Arus deras 5K akan dihadapi oleh kita yang mendapat julukan “digital imigran” (pendatang baru dalam dunia digital). Kita harus belajar teknologi menuju masyarakat berpengetahuan. Dibutuhkan pendidikan budaya dan karakter unggul untuk menghadapinya. Kita pun harus belajar sepanjang hayat.

TIK begitu cepat sekali perkembangannya, dan telah membuat sendi-sendi kehidupan masyarakat terpengaruh karenanya. Semua hal yang bersangkut paut dengan hajat hidup orang banyak akan menggunakan TIK untuk memudahkannya. TIK menjadi sebuah alat bantu manusia yang terus menerus melayani manusia dari mulai bangun tidur hingga mau tertidur lagi.

Dari sini sebuah generasi baru jelas akan muncul. Generasi baru yang benar-benar melek TIK, dan dekat dengan 5K.  Mereka sudah terbiasa saling terkoneksi untuk berbagi. Berbagi pengetahuan, dan sharing pengalaman. Terjadi konvergensi antar mereka. Merekapun saling berkolaborasi dalam menemukan konten-konten kreatif yang pada akhirnya membuat mereka bersinggungan dengan dunia nyata atau kontekstual. Di situlah era web 3.0 berperan. Komunikasi dengan mudah dilakukan dalam jarak yang jauh, dan duniapun serasa berada dalam gengaman tangan. Tembok pemisah antar negara seolah tiada lagi.
Pendidikan budaya, dan karakter tentu tak luput dari perhatian kita. Sebab budaya dan karakter harus diberikan kepada para C-Generation agar meraka tak salah arah. Peran TIK jelas sangatlah penting, dan para pendidik harus mampu menjadi guide atau pemandu dalam bidang TIK agar budaya dan karakter bangsa dapat terjaga.

Menurut Dr. Onno W. Purbo, Pemanfaatan TIK yang paling tepat filosofi-nya sederhana, yaitu:
  1. Harus jadi produsen, menghasilkan sesuatu
  2. Harus menghasilkan sesuatu yang cocok dengan kebutuhan pembaca/masyarakat
Namun, untuk bisa mencapai 2 hal tersebut di atas, para pendidik dan peserta didik
  1. harus jadi konsumen yang baik, banyak baca, kritis thd yg di baca (wawasan luas)
  2. harus banyak berdiskusi (sensitif terhadap kebutuhan pembaca / masyarakat)

Pada dasarnya, TIK cuma alat bantu tidak lebih. Dia tidak beda dengan mesin tik, cangkul, kompor, dll semua alat bantu saja. Dibutuhkan pendidikan budaya dan karakter agar pemanfatana alat tersebut menjadioptimal dan maksimal tanpa harus kehilangan keraifan lokal.

Pembentukan karakter peserta didik memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu visi dan misi yang kuat dari sekolah dalam membangun karakter siswa. Mereka harus mampu mengembangkan nilai-nilai dasar karakter yaitu: 
Otak+watak = Karakter
Bertakwa (religius)
Tanggung jawab (responsible)
Disiplin ( dicipline)
Jujur (Honest)
Sopan (polite)
Peduli (care)
Kerja keras (hard work)
Sikap yang baik (Good Attitude)
Toleransi (tolerate)
Kreatif (Creative)
Mandiri (independent)
Rasa ingin tahu (curiosity)
Semangat kebangsaan ( Nationality Spirit)
Menghargai (Respect)
Bersahabat ( Friendly)
Cinta damai (Peace Full)

Dalam menerapkan pendidikan budaya dan karakter melalui TIK harus dipikirkan benar dampak positif, dan negatifnya. Sebab perkembangan TIK selalu bermata dua. Di satu sisi menguntungkan, dan sisi yang lain merugikan. Para guru harus mampu memberikan materinya dengan cara-cara interaktif, dan membuat para peserta didiknya menjadi kreatif. Pembelajaranpun menjadi menyenangkan. Mereka digiring bukan hanya sebatas mencari dan memperoleh informasi, tetapi juga mampu menciptakan informasi di internet. Mereka harus diarahkan untuk mampu menjadi produsen pengetahuan, dan bukan hanya menjadi konsumen pengetahuan saja. Gurupun tak terlalu dominan di kelas karena pembelajaran berpusat pada siswa. Guru lebih sering sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran.

Perlu juga diingat! Budaya malu harus ada dalam karakter setiap peserta didik. Anak-anak C-generation itu tidak diperkenankan dan masuk dalam wilayah pornografi, dan berani menyalin hasil karya orang lain (plagat). Malu rasanya bila para C-generation itu  memanfaatkan TIK hanya untuk bersentuhan dengan pornografi, dan melakukan plagiasi. Mereka pun jangan dibiarkan untuk terus menerus mengkonsumsi games atau permainan online lainnya di internet yang mengasyikkan. Kalau kita biarkan, maka kita akan menghasilkan sebuah generasi para gamer, dan bukan programer. Sebuah generasi yang mampu menciptakan berbagai games atau permainan yang mengasyikkan.

Progamer sangat kita perlukan dalam membuat konten-konten edukatif. Dengan begitu pendidikan ini akan maju dan sejajar dengan negara lainnya. Para C-Generation itu tidak hanya diarahkan untuk kelas operator saja tetapi menjadi programer aktif yang membuat mereka kreatif dalam membuat program-program inovatif yang dapat dibanggakan. Lihatlah Fahma, sosok penemu software termuda di dunia. Dia terlahir dari anak Indonesia yang bertempat tinggal di kota Bandung. Itulah salah satu contoh dimana pendidikan budaya, dan karakter terintegrasi dengan TIK dalam proses pembelajarannya.

TIK Berkarakter
Satu kali contoh keteladanan lebih baik daripada 1000 kali perkataan. Para guru harus mampu memberikan contoh yang baik dalam memanfaatkan ICT khususnya internet secara sehat. Dengan begitu mereka akan melihat keteladanan dari gurunya dalam pemanfatan TIK di sekolah. Para peserta didikpun pada akhirnya akan mengikuti pula dalam menjalan internet sehat dengan hati yang sehat pula. Hati yang sehat didapat dari pembinaan pendidikan budaya dan karakter yang terus dikembangkan oleh para guru.

Contoh yang paling mudah dalam pendidikan karakter adalah jujur. Para guru harus mampu menanamkan kejujuran dalam diri setiap peserta didik. Tak berkata bohong  (dusta) dan mampu berkata benar dalam segala sikap dan tingkah lakunya. Hal itu akan dengan mudah tertangkap jelas dari facebook para guru, bila para peserta didiknya telah berteman dengannya. Oleh karena itu jadikan mereka sahabat agar guru dan siswa menjadi dekat. Ajaklah dialog atau diskusi sehingga yerjalin komunikasi yang positif antara guru dan siswa.

Budaya baca yang mulai hilang dari dunia anak-anak kita harus sudah digiatkan kembali dengan konten-konten edukasi yang dibuat sendiri oleh para guru melalui blog atau website sekolah. Di sinilah para guru harus mampu menulis, dan membuat para peserta didiknya menjadi gemar membaca. Konten-konten atau materi pelajaran itu bisa dimasukkan dalam server aplikasi MOODLE atau Blog yang berbasis Content Management System (CMS). Di tempat itu, para guru dapat kreatif membuat sendiri media pembelajarannya. Para guru pun dapat membuat tes atau ujian secara online.

Para C-Generation itu harus diarahkan bukan hanya sebagai bangsa penikmat teknologi, tetapi harus mampu kita arahkan untuk menjadi produsen pengetahuan. Agar bisa menjadi produsen pengetahuan, maka budaya baca dan tulis menulis harus benar-benar dilatihkan melalui pemanfaatan TIK secara benar. Para guru pun harus belajar ngeblog agar mampu memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya. Dengan ngeblog, para guru dan siswa menjadi terbiasa menulis.

TIK harus benar-benar dimanfaatkan agar para peserta didik itu mampu mendengarkan dengan baik, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan begitu mereka akan mampu menyampaikan pesannya kepada khalayak ramai dan membuat diri  mereka menjadi orang hebat luar biasa  karena memiliki kemampuan berbahasa secara baik.

TIK Berkualitas
Semua hal di atas itu harus terintegrasikan dalam pendidikan budaya, dan karakter yang berbasis TIK. TIK harus dimanfaatkan sebagai sarana untuk menerapkan nili-nilai dasar pendidikan karakter, dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya agar para C-Generation itu mampu mengembangkan kreativitasnya.
Alangkah indahnya bila para C-Generation itu mampu berinternet secara sehat, menyebarkan berita dengan benar, dan mampu menceritakan pengalamannya yang mengesankan dalam blog-blog mereka. Dengan begitu kemampuan menulis mereka pun akan terasah dengan baik, karena sering menulis di blog.

Tidak ada komentar: