Minggu, 12 Februari 2012

Pendekatan Kognitivisme Dalam Pembelajaran



Otak yang selalu bekerja
I. PENDAHULUAN
Pendekatan pembelajaran di dalam psikologi pendidikan mengalami proses perkembangan yang cukup panjang dan menarik untuk dikaji.  Perkembangan tersebut menunjukkan tahap proses berfikir para pakar di dunia psikolgi khususnya psikologi pendidikan dalam upaya pengembangan pendekatan baru baik yang disengaja ataupun secara tidak disengaja.
Terdapat tiga pendekatan psikologi yang dikenal di dalam pembelajaran, yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan kognitivisme dan pendekatan konstruktifisme.  Masing-masing pendekatan memiliki berbagai asumsi dan teknik tersendiri.  Ketiga-tiganya bermanfaat dalam setiap kegiatan pembelajaran antara guru dengan siswa.  Penggunaannya tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa
Pada makalah yang akan dibahas adalah pendekatan kognitifisme, dengan beberapa sub  pokok bahasan, yaitu:
1. Pendekatan kognotovisme dalam pembelajaran
2. Hakikat kognitifisme
3. Berbagai teori kognitivisme  (Piaget, Burner, Ausuvel, Bloom, Gestal)
4. Proses pengolahan informasi
5. Aplikasi kognitifisme dalam pembelajaran
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman tentang pendekatan kognitifisme dalam pembelajaran serta beberapa wawasan yang terkait dengan aliran kognitifisme 



II. PEMBAHASAN
 
A. Hakikat Kognitifisme
Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, pendekatan belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual.  Model belajar kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.  Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.  Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah–pisah, akan kehilangan makna.  Teori ini berpandangan bahwa belajar merpakan suatu proses integral yang mencakupi ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan poses berfikir yang sangat kompleks. 
Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.  Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti para pakar antara lain: teori tahap-tahap perkembangan (Piaget), pemahman konsep (Burner), advance organixer (Ausubel), (Bloom), dan (Gestal).
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model  kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan  hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses


 B. Berbagai Teori Kognitivisme 
Piaget
1. Piaget : Teori Perkembangan Kognitif
 Menurut Santrock (2008), perkembangan adalah perubahan pola biologis, kognitif dan sosioemosional yang dimulai dari masa konsepsi dan terus berlangsung sepanjang hidup. Perkembangan dinyatakan dalam istilah periode/tahapan. Pola perkembangan anak begitu kompleks karena melibatkan proses-proses biologis, kognitif dan sosioemosional tadi. Proses kognitif melibatkan perubahan dalam berpikir, intelegensi dan bahasa anak
Kognitif merupakan teori yang berdasarkan proses berpikir di belakang perilaku. Perubahan perilaku diamati dan digunakan sebagai indikator terhadap apa yang terjadi dalam otak peserta didik. Gagasan utama teori kognitif adalah perwakilan mental, semua gagasan dan citraan (image) seseorang diwakili dalam struktur mental yang disebut skema. Skema akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima akan dipahami seseorang . Jika informasi sesuai dengan skema yang ada, maka peserta didik akan menyerap informasi tersebut ke dalam skema ini. Seandainya tidak sesuai dengan skema yang ada, informasi akan ditolak atau diubah, atau disesuaikan dengan skema, atau skema yang akan diubah dan disesuaikan.
Penganut teori kognitif mengakui bahwa belajar melibatkan penggabungan-penggabungan yang dibangun melalui keterkaitan atau penguatan. Mereka juga mengakui pentingnya penguatan (reinforcement) walaupun lebih menekankan pada pemberian balikan (feedback) pada tanggapan yang benar dalam perannya sebagai pendorong (motivator). Walaupun menerima sebagian konsep dari behavioris, para penganut teori kognitif memandang belajar sebagai perbuatan penguasaan atau penataan kembali struktur kognitif di mana seseorang memproses dan menyimpan informasi.
 Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.

Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya simbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.

Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir kemungkinan.

Proses Kognitif
          Piaget juga mengemukakan teori mengenai proses kognitif, terkait adaptasi seseorang dengan lingkungannya yang berlangsung simultan yang dikenal dengan proses kognitif. Menurut Piaget,  proses kognitif ketika anak mengkontruksi pengetahuannya melibatkan skema, asimilasi dan akomodasi, organisasi dan ekuilibrium.
          Menurut Piaget, skema adalah kegiatan atau representasi mental dalam menyusun pengetahuan; skema atau skemata dalam bentuk jamak adalah struktur pengetahuan yang disimpan dalam ingatan. dijelaskan bahwa skema adalah sistem tindakan atau pikiran yang terorganisasi yang memungkinkan kita untuk mepresentasikan secara mental atau memikirkan tentang berbagai objek dan kejadian di dunia.
Skema bisa sangat kecil dan spesifik misalnya skema mengenali setangkai mawar atau skema yang lebih besar dan umum misalnya skema mengkategorikan tanaman.
          Asimilasi adalah proses kognitif yang mencocokkan informasi yang diterima dengan informasi yang telah ada dalam struktur pengetahuan (skema).  Sedangkan akomodasi adalah proses yang terjadi dalam menggunakan informasi yang telah ada untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika pada suatu hal apabila informasi yang ada tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah, lalu individu akan mencari cara lain untuk memecahkan masalah. Proses yang terakhir dikenal dengan nama ekuilibrium, agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.Teori Piaget juga menjelaskan mengenai pengorganisasian, yaitu mengelompokkan perilaku dan berpikir melalui tingkat berpikir yang lebih tinggi. Pengorganisasian secara kognitif ini diperlukan seseorang untuk bisa  memahami dunia sekitar.

Penilaian Terhadap Teori Piaget
-      perkembangan anak itu berlangsung gradual tidak terjadi tiba-tiba. Selain itu kadang ada anak yang kemampuannya melebihi batasan usia itu ada yang memang lebih cepat dalam aspek-aspek tertentu.
-      Ada juga yang berpendapat bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan kognisi pada anak-anak kecil.
-      Piaget juga dikritik bahwa anak-anak dan orang dewasa juga seringkali berpikir dengan cara-cara yang tidak konsisten dengan gagasan tahap-tahap yang tidak bervariasi.
-      Piaget dianggap tidak melihat faktor-faktor kultural dalam perkembangan anak.

Jerome Bruner
2. Bruner : Teori Belajar Penemuan
Bruner menegaskan teori pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme). Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Dalam teori belajarnya Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan, antara lain:
1.  Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2.  Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3.  Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
 Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian. Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek,  memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.

Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.


David Ausebel
C. Ausebel: Teori Belajar Bermakna
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : Belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
-     Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
-     Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasi memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna dari pada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramah pun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.


Benjamin S Bloom
d. Bloom: Teori Taksonomi
Benjamin S. Bloom menjelaskan tujuan pendidikan merujuk pada taksonomi. Tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa tiga domain dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Domain dimaksud adalah:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
 2 Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Taxonomi Bloom
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
Bloom mengklasifikasi lebih lanjut ranah kognitif menjadi 6 tingkatan hirarkhis, dan tiap-tiap klasifikasi dikembangkan lagi menjadi bagian-bagian klasifikasi yang lebih khusus. Semua klasifikasi diurut secara hirarkhis dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Keenam klasifikasi ranah kognitif Bloom adalah sebagai berikut: 1. pengetahuan, 2. pemahaman, 3. penerapan, 4. analisis, 5. sintesis, 6. penilaian. Domain ini terdiri dari dua bagian: bagian pertama berupa adalah pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa kemampuan dan keterampilan intelektual (kategori 2-6)
Pengetahuan: Klasifikasi yang menekankan pada mengingat, apakah dengan mengungkapkan atau mengenal kembali sesuatu yang telah pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pemahaman: Klasifikasi ini menekankan pada pengubahan informasi ke bentuk yang lebih mudah dipahami. Penerapan: Menggunakan abstraksi pada situasi tertentu dan konkrit. Tekanannya adalah untuk memecahkan suatu masalah. Analisis: Memilah informasi ke dalam satuan-satuan bagian yang lebih rinci sehingga dapat dikenali fungsinya, kaitannya dengan bagian yang lebih besar, serta organisasi keseluruhan bagian. Sintesis: Penyatuan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru dan unik. Penilaian: Pertimbangan-pertimbangan tentang nilai dari sesuatu untuk tujuan tertentu.


e. Teori Belajar Gestal
Gestal berasal dari bahasa Jerman yang berarti konfigurasi.  Aliran ini berpendapat bahwa kita mengalami dunia secara menyeluruh dan bermakna.  Kita tidak melihat stimuli yang terpisah-pisah namun stimuli itu dikelompokkan bersama (diorganisasikan) ke dalam satu konfigurasi yang bermakna.  Pandangan Gestaltis adalah keseluruhan itu berbeda dari penjumlahan bagian-bagian atau membagi-bagi berarti mendistorsi.           

a.1.  Max Wertheimer: phi phhenomena
Max Wertheimer dikenal sebagai Bapak Gestal pertama.  Teorinya yang terkenal mengani Phi Phenomena, yaitu pengalaman fenomenologis yaitu perbedaan dari bagian-bagian yang menysun pengalaman tersebut. Menurut Max jika mata malihat stimuli dengan cara tertentu, penglihatan itu akan memberi ilusi gerakan, seperti lampu kedap kedip akan memberi ilusi seperti berjalan.



a.2. Kurt Lewin: Teori Medan
Psikologi Gestal berusaha mengaplikasikan filed theory (teori medan) dari fisika ke problem psikologi.  Secara umum medan dapat dideskripsikan sebagai sistem yang saling terkait secara dinamis, di mana setiaop bagiannya saling mempengaruhi satu sama lain.  Psikologi Gestal percaya  bahwa apapun yang terjadi pada diri seseorang akan mempengaruhi segala sesuatu yang lain dalam diri orang itu.  Misalnya, dunia akan tampak berbeda bagi seseorang yang jempolnya kejepit pintu atau sakit mencret, penekanannya tetap pada keseluruhan bagian, bukan bagian-bagian.


a.3. Wolfgan Kohler: The Mentality of Apes
Menurut Kohler belajar adalah fenomena kognitif.  Organisme mulai melihat solusi setelah memikirkan problem. Pembelajar memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan.Untuk menguji gagasan tentang belajar ini, Kohler menggunakan sejumlah eksperimen kreatif.  Satu percobaan adalah problem memecahkan jalan memutar di mana hewan dapat melihat tujuannya dengan jelas tetapi tidak bisa mencapainya langsung.  Hewan itu harus memutar dan mengambil jalur lain untuk mendapatkan obyek yang diinginkannya.  Kohler menemukan bahwa ayam amat berkesulitan mendapatkan solusi, tetapi monyet bisa memecahkannya dengan reatif murah.
Percobaan kedua, Kohler mengharuskan organisme menggunakan alat untuk menjangkau obyek yang diinginkannya.  Misalnya sebuah pisang diletakkan di luar jangakaun monyet sehinngga monyet harus mengguakan tongkat untuk menggapainya atau menggunakan dua tingkat agar cukup panjang untuk menjangkaunya.  Dalam masing-masing kasus ternya hewan tsb memiliki semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Step-1
Simpanse dimasukkan sangkar dan di luar sangkar diletakkan pisang yang tidak akan mungkin dapat diraih jika hanya dengan tangan kosong. Dalam sangkar tersebut diletakkan tongkat, sehingga lama kelamaan simpanse dapat meraih pisang tersebut dengan bantuan tongkat.
Step-2
Sama dengan step-1, namun kali ini pisang diletakkan lebih jauh. Selain tongkat tadi diberikan tongkat tambahan yang dapat disambung. Dengan insight yang dimiliki, maka simpanse dapat meraih pisang tadi dengan bantuan tongkat yang disambung dengan tongkat kedua.
Step-3
Pisang diletakkan di atas sangkar dengan asumsi simpanse tidak akan dapat meraih dengan tinggi loncatnya. Lalu di sudut ruangan disediakan kotak, sehingga dengan kotak itu simpanse dapat meraih pisang.
Step-4
Sama dengan step-3, hanya jaraknya diperjauh dan disediakan kotak tambahan, sehingga simpanse dapat meraih pisang dengan bantuan kotak tambahan tersebut.



a.4. Kurt Koffka: Memory Trace: Teori Jejak Memori
Koffka berusaha menghubungkan masa lalu dan masa sekarang dengan jejak memori.  Menurutnya, pengalaman saat ini akan membangkitkan apa yang sesebut sebagi memory proses, ketika proses berhenti, jejak dari efeknya akan tertinggal di otak.  Jejak ini, pada gilirannya, akan mempengaruhi semua proses serupa yang terjadi si masa depan.  Jika seseorang mendefenisikan belajar sebagai modifikasi potensi perilaku yang berasal dari pegalaman, maka setiap pemunculan proses ini dapat dilihat sebagai pengalaman belajar


3. Proses Pengolahan Informasi
Telah dikemukaan sebelumnya bahwa penganut teori belajar kognitif berpendapat bahwa perilaku yang tidak dapat diamati pun dapat dipelajari secara ilmiah.  Sebagian besar dari mereka ini terutama teratrik pada teori yang disebut teori pemrosesan informasi. 

Teori pemroses informasi
Model pemrosesan informasi dapat digambarkan sebagai kumpulan kotak yang dihubungkan dengan garis-garis.  Kotak-kotak itu menggambarkan fungsi-fungsi atau keadaan sistem, dan garis-garis menggambarkan transformasi yang terjadi dari stau keadaan ke keadaan lainnya. Suatu model pemrosesan informasi diperlihatkan dalam gambar

Dalam model ini, informasi dalam bentuk energi fisik tertentu (sinar untuk bahan tertulis, bunyi untuk ucapan, tekanan untuk sentuhan,dan lain-lain) diterima oleh reseptor yang peka terhadap eenergi dalam bentuk-bentuk tertentu itu.  Reseptor-reseptor itu mengirimkan tanda-tanda dalam bentuk impuls-impuls elektrokimia ke otak.  Jadi tranformasi pertama yang dialami informasi ialah dari berbagai bentuk energi ke satu bentuk yang sama.
Impuls-ilmpluls saraf dari reseptor masuk ke suatu registor pengindraan yang terdapat dalam sistem saraf pusat.  Informasi penginderaan disimpan dalam sistem saraf  pusat selama waktu yang sangat singkat; menurut Serling (1960), hanya selama seperempat detik.  Dari seluruh informasi yang masuk ini, sebagian kecil yang disimpan untuk selanjutnya diteruskan ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem.  Proses reduksi ini disebut persepsi selektif.
Memori jangka pendek secara kasar dapat disamakan dengan kesadaran.  Artinya, apa yang kita sadari pada suatu waktu, dikatakan terdapat pada memori jangka pendek kita.  Memori ini disebut jangka pendek sebab informasi keluar dari memori jangak pendek ini kira-kira 10 detik, kecuali kalau informasi itu diulang-ulang. Bila kita mencari nomor telepon manual misalnya, nomor-nomor tersebut  akan lupa waktu kita berjalan dari buku telepon ke pesawat telepon
Bukan hanya memori jangka pendek yang pendek, tetapi kapasitasnya pun terbatas.  Oleh karena itu, memori jangka pendek kerap kali disebut bottleneck sistem pemrosesan informasi manusia.  kapasitas memori jangka pendek yang kecil ini implikasinya penting sekali bagi pengajaran atau instruksi pada umumnya.
Makin lama makin banyak digunakan istilah memori kerja untuk memori jangka pendek.  Kedua istilah ini memberi penekanan pada apek-aspek yang berbeda dengan konsep: “jangka pandek” menekankan lama bertahannya imformasi, sedangkan “kerja” menekanan fungsinya.  Memori kerja merupakan “tempat” dilakukannya kegiatan mental secara sadar.  Sebagi contoh misalnya, jika kita memecahkan soal,sebenanrnya sudah ada beberapa alyernatif jawaban sementara di otak.

Informasi

Memori kerja dapat dikode, kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Pengodean merupakan suatu proses transformasi, dimana informasi baru diintegrasikan pada informasi lama dengan berbagai cara.  Memori jangka panjang menyimpan infromasi yang akan digunakan di kemudian hari.  Berlawanan dengan memori kerja, memori jangka panjang bertahanlam a sekali
Informasi yang telah disimpan di memori jangka panjang bila akan digunakan lagi, harus dipanggil.  Informasi yang telah dipanggil merupakan dasar generator respons. Dalam pikiran sadar infromasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek, kemudian ke generator respon.  Akan tetapi, untuk respons otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang ke generator respons selama pemanggilan.
Generator respons mengatur urutan respons dan membimbing efektor-efektor.  Efektor-efektor meliputi semua otot dan kelenjer kita, tetapi untuk tugas sekolah, efektor-efektor yang utama ialah tangan untuk menulis dan alat suara untuk berbicara.
Aliran informasi dalam sistem manusia ternyata bertujuan dan diatur oleh kotak-kotak yang disebut harapan dan kontrol eksekutif  Khususnya harapan-harapan tentang hasil kegiatan mental mempengaruhi pemrosesan informasi, seperti prosedur pengontrolan dan strategi-strategi mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan


4. Aplikasi Kognitifinse Dalam Pendidikan Dalam pembelajaran

Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran , tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.  Sedangkan kegiatan pembelajarannya kognitif mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. siswa bukan sebagai orang dewasa muda dalam proses berfikirnya.  Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda  kongkrit.
3. keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran amat dipentingkan karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimimiki oleh siswa
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks
6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimilikisiswa.  Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yag sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7. adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.  Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berfikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
8. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
9. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
10. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.



III. Kesimpulan

Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.   Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya.  Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki sesorang.
Di antara pakar kognitif paling tidak adal ima yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, Ausubel, Bloom dan Gestal.  Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui prosesasi asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.  Sedangkan Brumer mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.  Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.  Sementara itu Ausebel mengatakan bahwa proses belajar mengajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru.  Bloom menyatakan proses kognitif mengikuti tahap perkembangan, sedangkan gestal menyatakan bahwa kognitif bukanlah bersifat parsial, tetapi bersifat keseluruhan.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran , tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.


 Daftar Pustaka


John W Santrock. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008


Ratna Wilis,  Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Eirlngga. 2006

B.R Hergenhahn, Mattew H.Olson, Theories Of Learning (Teori Belajar).  Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010

Asri Budiningrum, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta. 2005

http://tip.psychology.org/wertheim.html

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/

http://www.learningandteaching.info/learning/gestalt.htm


Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Orientasi Baru Psikologi Pendidikan Prodi PAUD PPs UNJ Februari 2012

1 komentar:

yusmarniayu mengatakan...

insyaallah artikel ini sangat berman faat....