Buku Nasir Abas |
Betapa tidak, tentara Israel telah membumi hanguskan kota Gaza. Membunuh sekitar 1.300 orang muslim, termasuk anak-anak, kaum wanita dan lansia. Serangan dilakukan dengan membabi buta. Babi telah dihukum haram bagi umat Islam, apalagi "babi buta". Serangan kepada umat Islam dilakukan tanpa etika, pilar hukum bahkan kehilangan rasa kemanusiaan. Ratusan balita menjadi saksi bisu dalam bungkusan kain kafan putih. Para syuhada' mati menggenaskan ketika rudal ditembakkan saat berlangsungnya shalat jum'at. Korban luka dan patah tulang, mati tak tertolong di rumah sakit, karena tak kunjung tertangani. Ibu dan anak menderita kelaparan hebat karena suplai makanan dihambat masuk. Sangat wajar linangan air mata umat Islam menyentakkan energi jihad untuk berbuat.
Jihad merupakan refleksi ketauhidan, yaitu menegakkan agama Allah yang benar. Agama mewajibkan umat Islam melakukan amar makruf nahi mungkar, dan menghancurkan segala bentuk kebathilan di muka bumi. Semua itu dilakukan karena dorongan keyakinan kepada Allah semata. Selanjutnya, jihad merupakan refleksi ukhuwah di antara sesama umat Islam. Ketika ada saudara yang disakiti, muncul keberanian untuk membela. Saat kenyamanan saudara terganggu, muncul respon melindungi dan membantu. Kedua refleksi ini saling terkait tidak terpisah, saling mengait tak mungkin dipisah.
Namun, Istilah jihad sulit dipahami ketika barat melemparkan isu "Islam adalah teroris dan jihad merupakan terorisme ". Isu tersebut dijadikan oleh barat sebagai pukulan balik untuk menghantam umat Islam. Beberapa peristiwa terorisme selalu dikaitkan dengan ajaran jihad dalam Islam. Seperti hancurnya gedung WTC (peristiwa 11 september), peledakan bom Hotel JW Marriot Jakarta dan Sari Club Café di Bali. Karena mayoritas pelaku adalah umat Islam.
Akhirnya, barat berhasil membuat bingung umat Islam dengan konsep jihad yang ada dalam ajaran Islam. Dalam suasana kebingungan tersebut, satu demi satu kekuatan Islam dilumpuhkan. Palestina dibumi-hanguskan, Saddam Hussein digantung dan Osama bin Laden terus diburu. Pertanyaannya, apakah mereka semua merupakan teroris atau sebenarnya korban terorisme? Bahkan, umat Islam Indonesia bertambah kian bingung setelah eksekusi tiga terpidana mati bom Bali (Amrozi, Ali Ghufron dan Muchlas) oleh Kejaksaan Bali. Apakah mereka dikategorikan melakukan jihad, dinilai mati syahid dengan jaminan surga, atau teroris karena membunuh orang-orang tidak berdosa?
Terjadinya kebingungan memahami berbagai peristiwa tersebut wajar adanya. Faktor pertama, karena umat Islam tidak memiliki referensi yang jelas tentang jihad. Sehingga sulit mengukur peristiwa yang disebut jihad dan peritiwa yang merupakan terorisme. Sehingga begitu mudah merubah mempengaruhi pemikiran umat Islam. Maka, dalam hal ini umat Islam perlu memiliki konsep jihad sehingga tidak bias menggunakan istilah. Kedua, karena kurang berimbangnya informasi dari media dengan pendekatan Islam. Sehingga, pemberitaan yang tidak berimbang mengakibatkan tudingan negatif selalu diarahkan kepada Islam dengan ajaran jihad. Sedangkan barat menggembar gemborkan isu terorisme dengan pendekatan logika kemanusiaan.
A. Pengertian Jihad
Menurut bahasa, jihad berasal dari akar kata jahada, yajhadu artinya bersungguh-sungguh, gigih, berjuang, dan mengerahkan potensi maksimal. Orang yang melakukan jihad disebut mujahid (bentuk tunggal), dan mujahidin (bentuk jamak). Menurut Abdullah Azzam (1991:9) jihad dipahami dengan mengerahkan seluruh potensi diri secara maksimal untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik, atau menolak sesuatu yang dibenci. Maka, setiap aktifitas hidup manusia yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh, dapat disebut dengan jihad. Dalam al-Quran, kata jihad selalu diawali dengan kata iman dan hijrah. Dipahami bahwa iman (sebagai sentral), dan hijrah (motivasi untuk berubah) akan mengantarkan manusia untuk sukses berjihad.
Jihad pada makna bersungguh-sungguh ini, dapat dilakukan dalam semua aspek kehidupan manusia. Misalnya berbakti kepada kedua orang tua, seperti sabda Rasul SAW:"Berbaktilah engkau kepada kedua orang tuamu, karena hal itu merupakan jihad"(H.R. Bukhary dan Muslim). Termasuk jihad dengan melaksanakan haji dan umrah, sebagaimana pertanyaan Aisyah:"Adakah jihad untuk perempuan wahai Rasul? . Rasul menjawab:"Ada, jihad yang tidak ada peperangan, yaitu haji dan umrah"(H.R.Bukhary). Termasuk jihad mengendalikan nafsu, Rasul bersabda: "Kita baru pulang dari jihad yang kecil (perang Uhud), menuju jihad yang lebih besar, yaitu jihad terhadap nafsu".
Bahkan ulama fiqih berpendapat, bahwa perjuangan ibu hamil, melahirkan dan menyusui termasuk kategori jihad. Pelajar yang giat menuntut ilmu atau pendidik yang gigih mengajarkan ilmunya juga merupakan jihad. Orang tua yang senantiasa bekerja keras, segala daya usahanya mencukupi rezeki keluarga juga jihad. Meninggal dalam segala bentuk aktifitas jihad adalah syahid. Hadis Rasul menegaskan bahwa "Tidak ada syahid yang meninggal dunia kecuali dijamin Allah dengan surga". Para mujahid tersebut dijamin oleh Allah memperoleh derjat mulia, kesuksesan hidup, serta rahmat-Nya (Q.S. al-Taubah:20, al-Baqarah: 218).
Secara khusus kata jihad berarti berperang melawan musuh. Tujuannya memberantas segala kemungkaran, dan musuh-musuh Allah. Perjuangan dilakukan dengan segenap kekuatan, bahkan jiwa dan raga. Seperti yang diperintahkan Allah: :.."Perangilah olehmu, mereka yang juga memerangimu tetapi tidak dengan melampaui batas.."(Q.S. (al-Baqarah:190). Rasul juga bersabda:"Hendaklah kamu berjihad terhadap musyrikin dengan harta, diri dan lidah kamu"(H.R. Ahmad dan Nasa'i). Dipahami bahwa jihad dengan cara mengangkat senjata, berperang dan membunuh bisa dilakukan. Tetapi tetap ada aturan agama yang mengatur teknis pelaksanaannya. Sehingga perang yang terjadi tidak didorong oleh kepentingan, tetapi ada alasan agama yang menegaskan.
B. Aturan Jihad (berperang)
Karena jihad dengan makna perang termasuk dalam istilah hukum syar'i, maka untuk dapat terlaksananya jihad haruslah memenuhi persyaratan hukum dan norma hukum. Apabila syarat hukumnya terpenuhi, baru bisa diidentifikasi sebagai jihad. Berikut pelaksanaan perang harus pula memenuhi norma hukum syar'i. Sebaliknya, bila tidak terpenuhi syarat dan norma tidak dapat dikatakan jihad.
Beberapa alasan hukum yang membolehkan jihad (berperang) antara lain: karena diserang (Q.S. al-Baqarah: 190), adanya pengkhianatan dari pihak musuh (Q.S al-Taubah:12), adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain (Q.S. al-Taubah: 4), Untuk membebaskan kaum muslimin yang tertindas di negeri bukan Islam (Q.S al-Baqarah: 190). Dipahami dari beberapa alasan tersebut, bahwa jihad pada prinsipnya bukan aktif menyerang (opensif), akan tetapi mempertahankan diri karena diserang, karena tertindas, dan bertujuan menjaga kemuliaan agama.
Disamping alasan hukum yang membolehkan perang, dalam pelaksanaannya, hukum agama membatasi dengan norma dan akhlak. Sehingga dapat dipastikan bahwa jihad dalam Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan bukan semata-mata menghancurkan musuh. Norma perang ini mempertegas perbedaan konsep jihad dengan terorisme.
Norma yang harus diperhatikan oleh setiap mujahid perang, antara lain: dilarang menganiaya, dan tidak boleh melampaui batas (Q.S al-Baqarah: 190). Harus ada pengumuman dan pernyataan terlebih dahulu kepada pihak yang hendak diperangi dan alasannya sah (Q.S al-Anfal): 56). Hadis Rasul: Dilarang berkhianat, mungkir janji, memotong anggota, membunuh anak-anak dan perempuan. (H.R. Muslim).
Rasul mempraktekkan norma tersebut dalam setiap perang, seperti tawanan yang selalu diperlakukan secara baik. Mereka yang menyatakan diri menyerah dan takluk kepada Islam langsung dilindungi (kafir zimmy). Tawanan yang memiliki keahlian diberdayakan untuk kepentingan umat Islam, seperti mengajar membaca dan menulis. Pada akhirnya, ketinggian norma perang umat Islam tersebut membuat ketertarikan tawanan perang untuk memeluk agama Islam. Secara prinsip, agama Islam datang membawa rahmat (kasih sayang) bagi seluruh isi alam (Q.S.al-anbiya':107) bukanlah menebar kebencian, menganiaya atau menghancurkan .
C. Terorisme versus Jihad (berperang)
Apabila dilakukan perbandingan, istilah terorisme jauh berbeda dengan jihad. Teror adalah teror, sedangkan jihad adalah jihad. Pelaku teror adalah teroris, pelaku jihad adalah mujahid. Menyamakan teror dengan jihad adalah kebodohan, menyamakan jihad dengan teror adalah kesalahan.
Lebih jelasnya, perbandingan terorisme dengan jihad dapat dipahami dari aspek norma, sistem dan tujuan. Dari segi norma, jihad memiliki landasan hukum, aturan hukum dan norma dalam melaksanakan jihad. Apabila jihad tidak merujuk kepada aturan-aturan tersebut, merupakan pelanggaran dan patut mendapatkan sanksi hukum. Sedangkan teror tidak mengenal landasan dan norma hukum. Teror dilakukan berdasarkan keinginan nafsu dan kepentingan, tanpa mengindahkan norma kemanusiaan.
Dari segi sistem, jihad berfungsi sebagai sistem pertahanan, pengamanan, penangkalan dan pemberdayaan umat. Sedangkan terorisme berfungsi sebagai sistem destruktif (menghancurkan), yang akan merusak umat manusia, merusak ketentraman hidup bersama, menciptakan kekacauan, anti ketertiban dan memaksakan kehendak secara sepihak.
Dari segi tujuan, jihad bertujuan menegakkan kebenaran dan keadilan sehingga diperoleh keamanan dan ketentraman dalam masyarakat. Sedangkan terorisme menyebabkan rusaknya kebenaran dan keadilan. Bahkan pemutarbalikan fakta untuk mendapatkan keuntungan kelompok.
Salah paham mengenai jihad di kalangan umat Islam dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, memahami dalil jihad secara tekstual, sehingga konteks dalil menjadi terabaikan. Kedua, fanatisme berlebihan terhadap kelompok. Menganggap kelompok yang paling benar, dan tidak mampu menerima kebenaran dari luar kelompok. Ketiga, beragama tidak dengan ilmu. Kata jihad memiliki derifasi makna, berperang hanyalah merupakan satu makna jihad. Keempat, pemahaman pergerakan yang radikal, mengabaikan nilai-nilai kemuliaan dan kehormatan manusia. Kelima, memahami dalil agama secara terpisah-pisah, padahal semua dalil bersifat integral dan komprehensif. Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar